Produksi Hasil Perkebunan
Hii Hafizh pada tulisan kali ini ingin membahas Produksi Hasil Perkebunan nih teman teman. Apa saja yang akan Hafizh bahas? Penasaran-kan? Hafizh akan membahas beberapa jenis komoditas tanaman rempah dan bahan penyegar dimulai dari karakteristik bahan, prinsip pengolahan,
peralatan proses, alur proses, dan standar mutu produk
Ruang lingkup yang dipelajari pada pengolahan hasil perkebunan ini meliputi :
a. Karakteristik bahan hasil perkebunan
b. Prinsip pengolahan
c. Peralatan yang digunakan
d. Alur proses pengolahan
e. Mutu produk
f. Pengemasan produk
Hi
a. BAHAN REMPAH
1) Karakteristik Bahan Rempah
Negara kita sejak dulu terkenal memiliki kekayaan alam berupa
rempah-rempah maupun bahan penyegar. Kekayaan alam berupa
rempah-rempah tersebutlah yang menyebabkan Indonesia menjadi
negara tujuan dari negara-negara barat yang kemudian menyebabkan
terjadinya penjajahan.
Dalam keseharian, rempah digunakan untuk memasak dan bahan
pembuat jamu. Rempah-rempah juga berperan sebagai bahan pada pembuatan obat dan kosmetik. Rempah-rempah bersifat sangat
aromatik karena mengandung minyak atsiri yang cukup tinggi sebagai
komponen cita rasa yang spesifik.
Bahan rempah dapat dikelompokkan berdasarkan kesamaan dalam
memberikan efek terhadap penampakan dan karakter rasa serta aroma.
Pengelompokan rempah tersebut antara lain :
a) Rempah pedas
Rempah yang termasuk dalam kelompok rempah pedas ini antara
lain cabai, merica dan jahe. Kepedasan merica berbeda dengan
kepedasan cabai. Kepedasan merica disebabkan oleh kandungan
piperine yang berbentuk kristal. Kepedasan cabai disebabkan oleh
senyawa capsaicin yang kadarnya berbeda dan tergantung
varietasnya. Sedangkan jahe, kepedasan dipengaruhi oleh senyawa
yang tidak teruap yaitu zingerone, gingerol dan shogaol.
b) Rempah dari buah aromatik
Komponen terpenting dari rempah kelompok ini adalah kandungan
minyak atsiri pada bahan. Kandungan minyak atsiri pada pala
berbeda pada biji dan fulinya. Kandungan minyak atsiri pada biji
pala berkisar antara 16-17 %. Sedangkan pada fuli berkisar 4-15 %.
Pala dan fuli sering ditambahkan dalam biskuit, roti dan sup.
Rempah lain yang termasuk dalam kelompok aromatik ini adalah
kapulaga yang masih merupakan keluarga dari jahe-jahean.
Kapulaga memiliki aroma yang unik dan eksotik serta pedas, spicy
dan disertai rasa manis.
c) Rempah dari keluarga umbelliferous
Rempah yang termasuk kelompok ini antara lain bunga lawang,
ketumbar dan jinten. Bunga lawang mengandung aroma yang
spesifik yang berasal dari α-pinene, anethole, methyl chavicol, dan anisketon. Ketumbar mengandung pinene, dipentene, λ-cymene, α-
terpinene, δ-linalool, geremol dan λ-borneal. Jinten mengandung α-
cymene dan mengandung cuminyl alcohol, β-phellandrane dan cumin
aldehyde. Bahan-bahan ini banyak digunakan dalam makanan
tradisional.
d) Rempah yang mengandung senyawa Cinnamone aldehyde
Rempah yang termasuk dalam kelompok ini adalah kayu manis yang
diperoleh dari kulit batang pohon Cinnamomum Zeylanicum. Minyak
atsiri yang terkandung berkisar antara 1,5-2,5%. Kayu manis banyak
digunakan dalam sirup, permen, kue, sirup, kari dan olahan buah-
buahan.
e) Rempah yang mengandung senyawa fenolik (Eugenol)
Cengkeh dan daun salam merupakan rempah yang banyak
mengandung senyawa fenolik. Daun salam banyak digunakan pada
makanan dan banyak juga digunakan untuk obat-obatan.
f) Rempah yang memberi efek warna
Kunyit merupakan rempah yang memberi efek warna kuning yang
sensitif terhadap pH. Pada kondisi asam, warna kunyit akan semakin
cemerlang. Sedangkan pada kondisi basa warna kunyit akan
berubah menjadi merah.
Rempah-rempah juga dapat diklasifikasikan berdasarkan asal dari
bagian pohon misalnya rimpang, bunga, kulit batang, biji, buah, dan
daun.
1. Contoh rempah-rempah berdasarkan asal dari bagian pohon
Asal Contoh bahan
Rimpang: Jahe, kunyit, kencur, temulawak,
lempuyang, temu ireng
Bunga: Cengkeh
Kulit batang: Kayu manis
Biji: Pala, kemiri,
Buah: Lada, merica
Daun: Salam, sereh
Bahan rempah-rempah tersebut banyak digunakan sebagai bumbu atau digunakan sebagai bahan tambahan pada produk pangan memiliki karakteristik tertentu.
Karakteristik tersebut dapat ditinjau dari sifat morfologis maupun fisiologis. Pemahaman tentang sifat baik morfologis maupun fisiologis ini selain untuk menentukan mutu produk juga berperan untuk menentukan cara penanganan dalam usaha mempertahankan mutunya.
a) Jahe
Jahe merupakan rempah yang berasal dari umbi/rimpang dan nama ilmiah Zingiber officinale Rosc. Jahe merupakan tanaman semusim dan memiliki tinggi tanaman antara 40-50 cm. Tanaman jahe merupakan batang semu, beralur, berwarna hijau dan daun berbentuk lanset. Rimpang jahe bercabang-cabang, berwarna putih kekuningan dan berserat. Bentuk rimpang umumnya gemuk agak pipih dan kulitnya mudah mengelupas.
Jahe dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan ukuran, bentuk dan
warna rimpangnya. Umumnya dikenal 3 varietas jahe, yaitu :
> Jahe putih/kuning besar atau disebut juga jahe gajah atau jahe
badak.
Jahe jenis ini memiliki rimpang yang besar dan gemuk. Jenis jahe
ini banyak dikonsumsi baik saat masih muda maupun berumur
tua.
> Jahe putih/kuning kecil atau jahe sunti atau jahe emprit.
Jahe jenis ini memiliki rimpang yang kecil dan memiliki bentuk
agak rata hingga sedikit menggembung. Jahe ini harus dipanen
setelah tua. Jahe emprit memiliki rasa yang lebih pedas karena
kandungan minyak atsiri yang lebih besar dibanding dengan jahe
gajah. Pengolahan jahe emprit ini banyak dimanfaatkan untuk
mendapatkan estrak oleoresin dan minyak atsiri.
> Jahe merah
Rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil daripada jahe putih
kecil. sama seperti jahe kecil, jahe merah selalu dipanen setelah
tua, dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang sama
dengan jahe kecil, sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan.
Komposisi rimpang mempengaruhi tingkat aroma dan tingkat
kepedasan rimpang jahe tersebut. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi komposisi komia jahe antara lain jenis, kondisi
tanah, umur panen, cara budidaya, penanganan pasca panen, cara
pengolahan dan ekosistem tempat tanam.
Rimpang jahe pada umumnya mengandung minyak atsiri, lemak,
protein, karbohidrat, vitamin khususnya niacin dan vitamin A,
mineral dan asam amino. Lemak pada rimpang jahe tersusun dari
asam phosphatidat, lesitin dan asam lemak bebas. Rimpang jahe juga
mengandung gingerols dan shogaols yang menimbulkan rasa pedas.
Rimpang jahe segar mengandung enzim protease yang dapat
dimanfaatkan untuk melunakkan daging sebelum dimasak
b) Kunyit
Kunyit atau dikenal juga dengan nama kunir banyak digunakan
sebagai pewarna kuning alami dan digunakan sebagai bumbu masak
dan obat tradisional. Kunyit sering juga dimanfaatkan sebagai
bahan kosmetika tradisional.
Induk rimpang berbentuk bulat, silindris, membentuk rumpun yang
terdiri cabang rimpang di kiri dan kanan. Rimpang kunyit memiliki
bau yang khas dengan rasa yang agak pahit dan getir. Bagian dalam
rimpang berwarna jingga terang agak kuning dan warna kulit jingga
kecoklatan. Kunyit mengandung senyawa yang berkhasiat obat, yang
disebut kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, desmetoksikumin
dan bisdesmetoksikurkumin dan zat- zat manfaat lainnya
c) Kencur
Kencur atau dengan nama ilmiah Kaempferia galanga L memiliki
rimpang yang agak liat kulitnya, berwarna coklat muda hingga tua,
licin dan berkilau. Induk rimpang berbentuk silindris. Bentuk cabang
rimpang semula bulat hingga bulat telur dan selanjutnya dapat
berbentuk silindris. Kencur membentuk umbi akar dan berbentuk
bulat dan bagian tengahnya berwarna putih, sedang pinggirnya
berwarna coklat kekuningan. Letak rimpang tersebut ada yang di
dalam tanah dan ada pula yang terletak di permukaan tanah. Tanaman kencur mempunyai kandungan kimia antara lain minyak
atsiri 2,4-2,9% yang terjadi atas etil parametoksi sinamat (30%).
Kamfer, borneol, sineol, penta dekana. Adanya kandungan etil
parametoksi sinamat dalam kencur yang merupakan senyawa
turunan sinamat.
Kencur (Kamferia galanga L) adalah salah satu jenis temu-temuan
yang banyak dimanfaatkan oleh rumah tangga dan industri obat
maupun makanan. Kandungan etil pmetoksisinamat (EPMS) didalam
rimpang kencur menjadi bagian yang penting didalam industri
kosmetik karena bermanfaat sebagai bahan pemutih dan juga anti
aging atau penuaan jaringan kulit.
d) Temulawak
Temulawak atau Curcuma xanthorrhiza memiliki induk rimpang
berbentuk silindris, bulat, berbuku-buku, berdiameter sekitar 5 cm
dan panjangnya sekitar 10 cm. Induk rimpang membentuk cabang
ke kanan dan kekiri yang selanjutnya membentuk rimpang ranting
ke berbagai arah. Cabang dan ranting rimpang ini berbentuk
silindris, berwarna kekuning-kuningan, kelabu, dan berkilau.
Rimpang temulawak berbau harum dan tajam serta memiliki rasa
pahit agak pedas.
Temulawak mengandung senyawa kimia yang mempunyai keaktifan
fisiologi, yaitu kurkuminoid dan minyak atsiri. Kurkuminoid terdiri
atas senyawa berwarna kuning kurkumin dan turunannya.
Kurkuminoid yang memberi warna kuning pada rimpang bersifat
antibakteria, anti-kanker, anti-tumor dan anti-radang, mengandungi
anti-oksidan dan hypokolesteromik. Sedangkan minyak atsiri berbau
dan berasa yang khas. Kandungan minyak atsiri pada rimpang
temulawak 3-12% sedangkan untuk kurkuminoid, dalam temulawak
1-2%. Komposisi kimia dari rimpang temulawak adalah protein pati
sebesar 29-30 %, kurkumin 1-2 %, dan minyak atsirinya antara 6-
10 %. Rimpang temulawak ini umumnya digunakan sebagai bahan
ramuan beberapa obat tradisional dan dibuat menjadi bahan
pembuat minuman.
e) Lengkuas atau Laos
Lengkuas atau laos memiliki nama ilmiah Alpinie galangan memiliki
rimpang berwarna merah atau putih dan memiliki variasi ukuran
ada yang besar maupun kecil. Rimpang lengkuas ini memiliki aroma
yang harum. Rimpang lengkuas jika sudah terlalu tua memiliki
banyak serat. Rimpang lengkuas muda dan masih segar dapat
digunakan untuk memberi aroma serta mengawetkan masakan.
Rimpang lengkuas yang berwarna putih digunakan sebagai bahan
pengempuk daging dalam masakan sekaligus sebagai pewangi
masakan. Lengkuas yang berwarna merah khusus dimanfaatkan
sebagai bahan ramuan jamu tradisional. Lengkuas memiliki
kandungan beberapa jenis minyak atsiri diantaranya kamfer,
galangi, galangol, eugenol, dan mungkin juga curcumin. Minyak atsiri
yang terkandung pada lengkuas sekitar 0,15-1,5 % dan
menghasilkan aroma yang khas.
f) Cengkeh
Cengkeh (Syzygium aromaticum) merupakan tanaman rempah yang
sejak lama digunakan pada makanan, minuman dan obat–obatan.
Bagian tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan tersebut
adalah bunga, tangkai bunga dan daun cengkeh.
Gambar 6. Bunga Cengkeh
(binagro.com)
Bunga cengkeh kering mengandung minyak atsiri, fixed oil (lemak),
resin, tanin, protein, cellulosa, pentosan dan mineral. Karbohidrat
terdapat dalam jumlah dua per tiga dari berat bunga. Komponen lain yang paling banyak adalah minyak atsiri yang jumlahnya bervariasi
tergantung dari banyak faktor diantaranya jenis tanaman, tempat
tumbuh dan cara pengolahan. Selain sebagai sumber bahan
penyedap rasa alami, cengkeh juga mengandung unsur-unsur nutrisi
lain seperti protein, vitamin dan mineral.
g) Pala
Pala atau Myristica fragrans Houtt merupakan tanaman asli
Indonesia berasal dari pulau Banda. Buah pala berbentuk bulat
berkulit kuning jika sudah tua, berdaging putih. Bijinya kerkulit tipis
agak keras berwarna hitam kecoklatan yang dibungkus fuli
berwarna merah padam. Isi bijinya berwarna putih dan jika
dikeringkan akan menjadi berwarna coklat gelap dan beraroma
khas. Buah pala terdiri atas daging buah 77,8 %, fuli 4 %, tempurung
5,1 % dan biji 13,1 %.
Komponen dalam biji pala dan fuli terdiri dari minyak atsiri, lemak,
protein, selulosa, pentosan, pati, resin dan mineral. Minyak atsiri
yang terkandung pada biji pala berkisar antara 2-16 % dengan rata-
rata 10 %. Kandungan lemak pada biji pala sekitar 25-40 %,
karbohidrat sekitar 30 % dan protein sekitar 6 %. Minyak pala dan
fuli digunakan sebagai penambah flavor pada produk-produk berbasis daging, pikel, saus, sup, serta untuk menetralkan bau yang
tidak menyenangkan dari rebusan kubis. Pada industri parfum,
minyak pala digunakan sebagai bahan pencampur minyak wangi
dan penyegar ruangan.
2) Prinsip dan Proses Pengolahan Bahan Rempah
Secara umum bahan rempah setelah dilakukan pemanenan perlu
penanganan pasca panen. Penanganan ini dilakukan untuk menjaga
kualitas dari bahan dan tujuan lain yaitu untuk menghasilkan produk
primer. Secara garis besar penanganan pasca panen ini dikelompokkan
menjadi dua kelompok besar yaitu pengolahan primer dan pengolahan
sekunder.
Pengolahan primer yaitu penanganan yang tujuannya untuk
menghasilkan bahan setengah jadi atau bahan yang siap olah.
Perubahan yang terjadi pada produk hanya berupa perubahan fisik saja.
Pada penanganan primer ini tidak terjadi perubahan kimiawi pada
bahan. Contoh pengolahan primer ini misalnya kegiatan pengeringan
bahan dengan tujuan hanya untuk mengurangi kadar air bahan hingga
kadar tertentu.
Pengolahan sekunder yaitu penanganan yang tujuannya untuk
menghasilkan produk olahan lebih hilir. Pada pengolahan sekunder ini
dilakukan suatu proses pengolahan sehingga terjadi perubahan pada
bahan baik fisik maupun kimiawi.
Sebelum dilakukan pengolahan, bahan rempah harus dilakukan
penanganan pasca panen. Penanganan yang perlu dilakukan antara lain
pencucian yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang
menempel pada bahan. Cara pencucian ini dapat menggunakan air yang
bertekanan atau dengan merendam rimpang dalam air kemudian
disikat secara pelan-pelan. Selanjutnya rimpang ditiriskan dan dikering
anginkan dalam ruangan yang berventilasi untuk menghilangkan air
yang melekat .
Proses pengolahan bahan rempah yang banyak dilakukan antara lain
berupa simplisia, oleoresin, jahe instan, dan banyak lagi produk
tradisional yang lain.
a) Simplisia
Simplisia berdasarkan kodifikasi peraturan perundang-undangan
obat tradisional adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat
melalui proses yang sederhana yaitu proses pengeringan. Kadar air
dari simplisia berkisar antara 8-10 % dimana pada kadar air
tersebut, bahan cukup aman dari pencemaran baik oleh jamur
maupun mikroba. Proses pengeringan yang dilakukan melalui
penjemuran atau menggunakan aliran udara panas. Bahan rempah
yang dibuat menjadi simplisia misalnya jahe, kunyit, kencur,
temulawak dan lain-lain.
Proses awal pembuatan simplisia dimulai dengan tahap pencucian
bahan. Pencucian ini bertujuan untuk membersihkan kotoran yang
melekat pada bahan. Proses berikutnya adalah pengecilan ukuran
dengan cara mengiris rimpang dengan ketebalan 7-8 mm.
Selanjutnya irisan rimpang dijemur di panas matahari hingga kadar air mencapai 8-10 %. Pengeringan dengan sinar matahari sebaiknya
dilakukan dalam rumah pengering yang tertutup tetapi sinar
matahari dapat menembus ke dalamnya. Rumah pengering ini
dibuat sedemikian rupa sehingga menjamin terjadinya sirkulasi
udara misalnya melengkapinya dengan blower atau dibuat ventilasi.
Jika tidak menggunakan rumah pengeringan, penjemuran dengan
sinar matahari dapat menggunakan rak yang ditutup dengan plastik
dan harus dibuat sedemikian rupa untuk menjamin sirkulasi udara.
Tanda umum yang dapat digunakan untuk mengetahui bahwa kadar
air simplisia kurang dari 10 % yaitu simplisia yang telah dihasilkan
mudah untuk dipatahkan.
Alas yang dipakai untuk menjemur rimpang cukup sederhana dan
hanya memerlukan lantai jemur, yang umum digunakan adalah
lantai penjemuran dari semen dan rak penjemuran dari kayu atau
bambu. Rimpang jahe yang akan dijemur di sebar secara merata dan
pada saat tertentu dibalik agar panas merata dan rimpang tidak
retak.
Hal yang perlu diperhatikan dalam proses penjemuran adalah
ketebalan tumpukan dari jahe agar proses pengeringan dapat
efektif. Penjemuran dengan sinar matahari memiliki kelemahan dimana kita tidak dapat mengontrol suhu dan kelembaban,
tergantung keadaan cuaca sehingga yang beresiko pengeringan
berlangsung lama dan bahan mudah tercemar akibat lama kontak
dengan udara luar. Selain dengan cara penjemuran, proses
pengeringan ini dapat menggunakan oven pengering. Kelebihan dari
penggunaan oven ini adalah kemudahan dalam mengontrol suhu
dan kelembaban sehingga dharapkan waktu yang dibutuhkan untuk
proses pengeringan lebih singkat dibandingkan dengan cara
penjemuran. Pengeringan dengan menggunakan oven juga dapat
meminimalkan resiko kontaminasi karena pada saat pengeringan,
bahan tidak kontak dengan udara luar.
Alur Proses Pengolahan dari pengolahan simplisia adalah sebagai
berikut :
JAHE SEGAR
↓
PENCUCIAN
↓
PENGECILAN UKURAN
↓
PENJEMURAN
↓
SIMPLISA
b) Jahe instan
Jahe instan merupakan hasil pengolahan siap konsumsi dari bahan
jahe yang sudah memasyarakat. Jahe instan adalah produk minuman
yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat dalam bentuk serbuk atau
cair. Jahe instan banyak dikonsumsi karena berkhasiat untuk
menghangatkan badan.
Cara pembuatan jahe instan secara tradisional yang banyak
dilakukan oleh masyarakat. Cara tradisional yang dipakai cukup
sederhana baik dari segi proses, bahan maupun peralatan yang
digunakan. Bahan yang digunakan adalah jahe segar dimana kulit
jahe tampak halus/tidak mengkerut, kaku, dan mengkilat. Peralatan
yang digunakan adalah peralatan dapur yang ini banyak dimiliki
oleh masyarakat misalnya parut, wajan, kompor dan ayakan
sederhana. Proses pembuatan jahe instan dimulai dengan pencucian
bahan untuk membersihkan rimpang dari kotoran yang masih
terikut. Jahe yang telah dicuci bersih selanjutnya dikupas untuk
membuang kulit dan bagian yang busuk atau juga tanpa dilakukan
pengupasan hanya dengan membersihkan bagian jahe yang busuk.
Jahe selanjutnya diparut atau digiling untuk mempermudah
mendapatkan filtrat jahe. Pada proses penggilingan, jika
memerlukan air diusahakan air yang ditambahkan seminimal
mungkin. Volume air yang ditambahkan akan berpengaruh terhadap
lama pemanasan dan penguapan.
Jahe yang telah diparut atau digiling selanjutnya disaring untuk
memisahkan filtrat jahe dengan ampasnya. Saringan yang dipakai
diusahakan menggunakan saringan sehalus mungkin untuk
meminimalkan endapan yang didapat. Penyaringan dapat
menggunakan kain saring. Filtrat yang didapat selanjutnya
diendapkan selama beberapa saat untuk memudahkan pemisahan filtrat dengan endapan. Proses penyaringan dan pengendapan ini
agar produk yang dihasilkan dapat terlarut semua dan tidak
menyisakan endapan. Filtrat yang didapat selanjutnya dipanaskan
hingga mendidih untuk membunuh mikroorganisme yang mungkin
terkandung di dalam filtrat. Filtrat yang mendidih selanjutnya
ditambahkan gula dan bahan lain misalnya rempah-rempah lain
dengan perbandingan tertentu. Filtrat, gula dan bahan tambahan
lain diaduk hingga diperoleh larutan yang homogen. Selain
bertujuan untuk menghasilkan larutan yang homogen, pengadukan
dimaksudkan untuk mempercepat proses penguapan. Pengadukan
dan pemanasan terus dilakukan hingga larutan menjadi berbusa
yang menandakan bahwa penguapan sudah hampir selesai
dilakukan. Ketika busa telah muncul maka api yang digunakan untuk
pemanasan dikecilkan. Pengadukan terus dilakukan hingga busa
mulai turun dan berubah menjadi tepung. Selanjutnya api dimatikan
dan pengedukan terus dilakukan untuk mencegah terjadinya
karamelisasi. Setelah diperoleh tepung dalam kondisi panas
dilakukan pengayakan. Tepung yang masih menggumpal
dihancurkan dan diayak. Tepung yang telah diayak didinginkan dan
dikemas menggunakan botol atau juga menggunakan plastik sachet.
Alur proses dari pembuatan jahe instan adalah sebagai berikut :
PEMILIHAN BAHAN
↓
PENCUCIAN
↓
PENGUPASAN
↓
PENYARINGAN
↓
PEMANASAN
↓
PENCAMPURAN
↓
EVAPORASI/PENGUAPAN
↓
PENGAYAKAN
↓
PENGEMASAN
c) Pembuatan oleoresin
Proses pembuatan oleoresin ini merupakan proses lanjutan dari bahan simplisia. Proses pembuatan oleoresin merupakan proses
pengolahan dengan melakukan penggilingan atau pengecilan ukuran
rempah-rempah dan dilanjutkan dengan ekstraksi dengan pelarut organik.
Oleoresin memiliki aroma dan rasa pedas yang kuat seperti rempah-
rempah segar atau kering karena mengandung komponen volatile
(minyak atsiri) dan non volatile. Komponen volatile yaitu minyak
atsiri memberikan aroma yang khas untuk setiap jenis rempah-
rempah. Sedangkan komponen non volatile terdiri dari gum dan
resin untuk tiap rempah-rempah. Komponen-komponen berupa asam amida misalnya kapsaisin pada lada merah atau piperin pada
lada hitam, karbonil misalnya gingerol pada jahe, dan tioester
misalnya dialilsulfida pada bawang putih dan bawang merah akan
memberikan karakteristik panas atau pedas secara berbeda-beda.
Proses pembuatan oleoresin dengan teknik ekstraksi yang lazim
dilakukan dengan menggunakan pelarut organik yaitu alkohol.
Proses ini menggunakan bahan simplisia yaitu bahan yang telah
dikeringkan misalnya simplisia jahe.
Proses pembuatan oleoresin diawali dengan pengecilan ukuran
dengan penggilingan dan penghancuran untuk mendapatkan serbuk.
Pengecilan ukuran dimaksudkan untuk memperbesar permukaan
bahan sehingga pada saat perendaman kontak bahan dengan pelarut
lebih besar dan merata. Semakin kecil ukuran, rendemen yang
didapat akan semakin besar.
Selanjutnya serbuk jahe tersebut diekstraksi dengan menggunakan
pelarut organik yaitu alkohol 70 %. Perbandingan antara bahan
rempah dengan pelarut adalah 1 : 10. Selama proses berlangsung,
serbuk jahe harus terendam secara sempurna. Proses yang lebih
lama akan menghasilkan oleoresin dengan berat jenis yang lebih
tinggi. Umumnya proses ekstraksi berlangsung sekitar 6 jam untuk
mendapatkan senyawa utama yaitu senyawa gingerol.
Proses selanjutnya adalah penyaringan untuk mendapatkan cairan
oleoresin dan sisa pelarut yang berwarna coklat kekuningan atau
berwarna coklat gelap. Cairan yang telah disaring tersebut
selanjutnya dilakukan penguapan dengan prinsip perbedaan titik
didih. Alat yang dapat digunakan untuk proses penguapan adalah
rotary evaporator atau rotavapor.
Oleoresin memiliki sifat yang sensitif terhadap cahaya, panas, dan
oksigen sehingga mempunyai masa simpan yang terbatas.
Bentuknya yang berupa cairan yang kental dan lengket akan
menyulitkan penanganannya. Sehingga salah satu solusi yang
digunakan untuk mengatasi masalah tersebut di atas adalah dengan
cara mikrokapsulasi yaitu menambahkan bahan pengkapsul
oleoresin yang lengket menjadi bubuk yang mudah diaplikasikan.
Komentar
Posting Komentar