Prosa Menuju Mimpi di Negeri Jauh - Hafizh

Prosa Mencari Karir di Negara Inggris


Di sebuah ruangan sunyi, penuh dengan buku dan laptop yang terbuka, seorang pemuda duduk merenung. Ia memandang jauh ke depan, tak hanya pada layar di hadapannya, tetapi pada dunia yang ia impikan: sebuah kehidupan baru di London.


Latar belakangnya tak biasa. Lulusan SMK bidang Rekayasa Perangkat Lunak yang melanjutkan studi ke Teknik Informatika. Ia telah menempuh perjalanan panjang, menantang arus, dan mengukir jejak di dunia teknologi. Namun, malam itu, ia merasa bahwa mimpinya lebih besar daripada sekadar lembaran ijazah.


"Apa yang harus aku lakukan untuk benar-benar siap?" tanyanya dalam hati. Di sudut benaknya, ada keraguan, tetapi lebih besar lagi semangat yang menyala-nyala.


London—kota penuh kesempatan dan tantangan. Bersama empat temannya, ia merencanakan perjalanan besar. Bukan hanya mencari penghidupan, tetapi mengejar makna, belajar, dan tumbuh. Ia tahu bahwa usia mereka yang masih muda menjadi modal berharga. Fleksibilitas, keberanian, dan sedikit kebodohan untuk bermimpi besar—semua itu adalah aset.


Namun, ia juga tahu bahwa mimpi besar memerlukan pijakan yang kokoh. Pendidikan, keterampilan, pengalaman, dan keberanian beradaptasi menjadi bekal yang tak bisa diabaikan.


Malam itu, ia membuka sebuah diskusi. Pertanyaan demi pertanyaan mengalir: tentang peluang kerja, tentang pendidikan, tentang S2 dan S3, tentang bagaimana ia akan menghadapi dunia yang baru. Ada keraguan, tetapi juga keyakinan bahwa setiap langkahnya menuju ke arah yang benar.


"Aku ingin S2," katanya dengan penuh harap. "Mungkin Ilmu Komputer, atau Artificial Intelligence, atau Robotika." Ia membayangkan dirinya bekerja keras, lalu melanjutkan studi, dan akhirnya, mungkin, meraih gelar S3 di bidang yang ia cintai.


London, pikirnya, bukan sekadar kota. Itu adalah simbol perubahan, sebuah panggung tempat ia akan membuktikan dirinya. Namun ia tahu, bahwa mimpi itu hanya akan menjadi nyata jika ia siap menghadapi setiap kemungkinan: rindu rumah, kompetisi di pasar kerja, tantangan budaya, dan tekanan adaptasi.


"Perjalanan ini tak akan mudah," ia mengakui, "tapi aku punya rencana." Dengan teman-temannya, ia merancang anggaran, membuat simulasi kehidupan di London, dan mempersiapkan diri untuk menghadapi hal-hal tak terduga.


Dan meskipun malam semakin larut, ia merasa hidup. Sebuah harapan baru tumbuh dari percakapan itu. Ia tahu, ia tak sendiri. Ia punya mimpi, strategi, dan dukungan dari mereka yang percaya pada kemampuannya.


Mimpi itu kini bukan hanya tentang London, tetapi tentang dirinya sendiri: bagaimana ia akan tumbuh, belajar, dan meninggalkan jejak di dunia.


Penutup


Percakapan yang dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan besar berubah menjadi sebuah rencana penuh harapan. Di tengah langkah-langkah kecil yang ia tempuh hari ini, sebuah perjalanan besar telah dimulai. Ia tahu, masa depan menunggunya—dan ia siap menyambutnya dengan senyum dan semangat.









Komentar